Ketika Bibir Tak Dapat Berbicara Maka Pikiranlah Yang Akan Menuangkannya dan Jari-jemarilah Yang Membuatnya Menjadi Nyata

Sabtu, 21 Juli 2012

Feminisme Jurisprudence


Feminisme Jurisprudence adalah teori pendekatan hukum berperspektif perempuan yang didasarkan pada kesetaraan gender dibidang politik, ekonomi, dan sosial.
Feminisme Jurisprudence atau bisa disebut Feminist Legal Theori dimana kita mempelajari hukum dari sudut pandang teori-teori feminist. Yang melatarbelakangi teori Feminisme Jurisprudence ini adalah karena untuk mengurangi ideologi patriarkhi melalui penggunaan ideologi hukum dan sejak dulu badan-badan hukum sangat didominasi oleh laki-laki. Teori Feminisme Jurisprudence didasari pada pandangan gerakan feminis bahwa dalam sejarah, hukum merupakan instrumen untuk melanggengkan posisi wanita dibawah subordinasi kaum pria.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Feminisme Jurisprudence menggunakan metode bertanya pada perempuan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh perempuan, mempertimbangkan segala pengalaman konkrit dan unik dari perempuan (perempuan yang banyak mengalami diskriminasi).
Masuknya teori Feminisme Jurisprudence di Indonesia tidak begitu saja langsung dapat diterima oleh masyarakat termasuk para perempuan Indonesia, hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia telah memiliki adat istiadat, budaya ketimuran yang kental dengan adat melayu (Islam) sehingga tidak mudah menerima budaya dari negeri barat.
Teori Feminisme Jurisprudence mempunyai tujuan yang harus tercapai. Pertama, membongkar dan menjelaskan bagaimana hukum memainkan peran untuk melegalkan status perempuan dalam posisi subordinasi laki-laki, dengan kata lain hukum menjadi sarana untuk melestarikan status quo yaitu dominasi laki-laki atas kaum perempuan. Kedua, melakukan perubahan atau transformasi merubah status kaum perempuan dengan merubah hukum dan cara pandang terhadap isu gender menjadi lebih adil dan berimbang.
Feminisme Jurisprudence mempengaruhi pemikiran hukum dalam setiap bidang hukum, diantaranya hubungan rumah tangga seperti perkawinan, perceraian dan keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pekerjaan, pelecehan seksual, hak-hak sipil, perpajakan, hak asasi manusia, dan hak-hak reproduksi.
Feminisme Jurisprudence mendorong emansipatoris kaum perempuan dibidang hukum di Indonesia, yaitu dimana kaum perempuan banyak melakukan usaha perubahan kearah kesetaraan gender di Indonesia telah mulai terasa dengan segala polemiknya. Usaha pembuatan Rancangan Undang-Undang seperti perlindungan kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan pekerja wanita migran, perlindungan korban anak perempuan telah diperjuangkan. Berdirinya lembaga-lembaga yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan LSM banyak menyadarkan kaum perempuan atas adanya struktur dominasi kaum laki-laki yang tertanam didalam pikiran, struktur dan budaya dengan melakukan kajian kritis terhadap berbagai produk kebijakan yang tidak berperspektif gender serta melakukan berbagai upaya untuk mengadvokasi usulan-usulan perubahan kebijakan dalam berbagai bentuk seperti, dialog publik, seminar, talkshow, dan loka karya.    
Melalui pendekatan di atas, nampaknya sudah sejak lama upaya berkaitan dengan kesetaraan gender diperjuangkan. Terlepas dari apakah seseorang akan cenderung pada salah satu isme, tetapi perjuangan para pegiat gender melalui feminisme terbukti sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan telah mengubah persepsi, pemahaman, dan perlakuan masyarakat secara luas.
Setidaknya dibidang perundang-undangan, Indonesia mempunyai Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Trafficking, Undang-Undang Partai Politik dan Pemilu, Undang-Undang Kewarganegaraan, Undang-Undang Pornografi, rencana revisi Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lain.
Meski demikian, beberapa perundangan tersebut masih memerlukan kajian gender yang lebih mendalam, terutama soal implementasi di lapangan. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan tersebut, kaum perempuan tetap harus mengoptimalkan kemampuannya agar menjadi sumber daya manusia yang potensial.
Hal itu bisa membuat persepsi, eksistensi, dan peluang perempuan yang telah terstruktur dalam masyarakat menjadi makin terbuka, termasuk membangun kaum ibu melalui pembangunan keluarga berkualitas.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah perjuangan politik kaum feminisme untuk memasukkan suara wanita kedalam aturan hukum, sehingga wanita bebas dari segala tindakan kekerasan dan diskriminasi, karena bahwa korban kekerasan banyak terjadi pada perempuan, sehingga perempuan harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar