Feminisme Jurisprudence adalah teori pendekatan
hukum berperspektif perempuan yang didasarkan pada kesetaraan gender dibidang
politik, ekonomi, dan sosial.
Feminisme Jurisprudence atau bisa disebut Feminist Legal Theori dimana kita
mempelajari hukum dari sudut pandang teori-teori feminist. Yang melatarbelakangi
teori Feminisme Jurisprudence ini adalah karena untuk mengurangi ideologi
patriarkhi melalui penggunaan ideologi hukum dan sejak dulu badan-badan hukum
sangat didominasi oleh laki-laki. Teori Feminisme Jurisprudence didasari pada pandangan
gerakan feminis bahwa dalam sejarah, hukum merupakan instrumen untuk
melanggengkan posisi wanita dibawah subordinasi kaum pria.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Feminisme
Jurisprudence menggunakan metode bertanya pada perempuan apa yang sebenarnya dikehendaki
oleh perempuan, mempertimbangkan segala pengalaman konkrit dan unik dari
perempuan (perempuan yang banyak mengalami diskriminasi).
Masuknya teori Feminisme Jurisprudence di Indonesia
tidak begitu saja langsung dapat diterima oleh masyarakat termasuk para
perempuan Indonesia, hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia telah
memiliki adat istiadat, budaya ketimuran yang kental dengan adat melayu (Islam)
sehingga tidak mudah menerima budaya dari negeri barat.
Teori Feminisme Jurisprudence mempunyai tujuan yang
harus tercapai. Pertama, membongkar
dan menjelaskan bagaimana hukum memainkan peran untuk melegalkan status
perempuan dalam posisi subordinasi laki-laki, dengan kata lain hukum menjadi
sarana untuk melestarikan status quo yaitu dominasi laki-laki atas kaum
perempuan. Kedua, melakukan perubahan
atau transformasi merubah status kaum perempuan dengan merubah hukum dan cara
pandang terhadap isu gender menjadi lebih adil dan berimbang.
Feminisme Jurisprudence mempengaruhi pemikiran hukum
dalam setiap bidang hukum, diantaranya hubungan rumah tangga seperti
perkawinan, perceraian dan keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pekerjaan,
pelecehan seksual, hak-hak sipil, perpajakan, hak asasi manusia, dan hak-hak
reproduksi.
Feminisme Jurisprudence mendorong emansipatoris kaum
perempuan dibidang hukum di Indonesia, yaitu dimana kaum perempuan banyak melakukan
usaha perubahan kearah kesetaraan gender di Indonesia telah mulai terasa dengan
segala polemiknya. Usaha pembuatan Rancangan Undang-Undang seperti perlindungan
kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan pekerja wanita migran, perlindungan korban
anak perempuan telah diperjuangkan. Berdirinya lembaga-lembaga yang memperjuangkan
hak-hak perempuan dan LSM banyak menyadarkan kaum perempuan atas adanya struktur
dominasi kaum laki-laki yang tertanam didalam pikiran, struktur dan budaya dengan
melakukan kajian kritis terhadap berbagai produk kebijakan yang tidak berperspektif
gender serta melakukan berbagai upaya untuk mengadvokasi usulan-usulan perubahan
kebijakan dalam berbagai bentuk seperti, dialog publik, seminar, talkshow, dan loka
karya.
Melalui pendekatan di atas, nampaknya sudah sejak
lama upaya berkaitan dengan kesetaraan gender diperjuangkan. Terlepas dari
apakah seseorang akan cenderung pada salah satu isme, tetapi perjuangan para
pegiat gender melalui feminisme terbukti sedikit demi sedikit dan
perlahan-lahan telah mengubah persepsi, pemahaman, dan perlakuan masyarakat
secara luas.
Setidaknya dibidang perundang-undangan, Indonesia
mempunyai Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Undang-Undang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Trafficking, Undang-Undang Partai Politik dan
Pemilu, Undang-Undang Kewarganegaraan, Undang-Undang Pornografi, rencana revisi
Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lain.
Meski demikian, beberapa perundangan tersebut masih
memerlukan kajian gender yang lebih mendalam, terutama soal implementasi di
lapangan. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan tersebut, kaum perempuan tetap
harus mengoptimalkan kemampuannya agar menjadi sumber daya manusia yang
potensial.
Hal itu bisa membuat persepsi, eksistensi, dan peluang perempuan yang telah terstruktur dalam masyarakat menjadi makin terbuka, termasuk membangun kaum ibu melalui pembangunan keluarga berkualitas.
Hal itu bisa membuat persepsi, eksistensi, dan peluang perempuan yang telah terstruktur dalam masyarakat menjadi makin terbuka, termasuk membangun kaum ibu melalui pembangunan keluarga berkualitas.
Lahirnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
adalah perjuangan politik kaum feminisme untuk memasukkan suara wanita kedalam
aturan hukum, sehingga wanita bebas dari segala tindakan kekerasan dan
diskriminasi, karena bahwa korban kekerasan banyak terjadi pada perempuan, sehingga
perempuan harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar